Page 55 - Binder MO 251-007-Tahun ke-20
P. 55
pingkal, namun sejenak kemudian diajak akan tetap kalah oleh ‘mereka’ yang Cahaya dari Papua dan diberi judul baru
berpikir mengapa Papua dengan sejuta membuat kami saling berkelahi. Jika MATAHARI PAPUA.
keindahan dan kekayaan alam, rakyatnya ‘kemerdekaan’ tiba apakah kami akan Naskah ini kemudian dikirim
masih terjerat dalam rantai kemiskinan. tetap Merdeka? Sebagian dari kami secara anonim dalam Rawayan Award,
Salah satu penyebabnya adalah masih sengsara, tidak bahagia,” ujar (Sayembara Penulisan Naskah Dewan
eksploitasi sumber daya alam oleh Koreri dalam salah satu adegan. Kesenian Jakarta) 2022 dan ternyata
perusahaan asing yang tak jarang malah Sutradara pertunjukan MATAHARI terpilih sebagai salah satu pemenang.
merugikan rakyat lokal Papua. Sang PAPUA Rangga Riantiarno, “Naskah panjang terakhir ini menjadi
naga yang menjadi tokoh antagonis mengungkapkan, naskah pertunjukan bukti nyata dedikasi dan semangat tak
di sini pun dikisahkan adalah ‘boneka’ MATAHARI PAPUA pertama kali ditulis kenal lelah Pak Nano dalam berkarya,
orang-orang ‘barat’. pada tahun 2014, sebagai naskah pendek bahkan pada masa-masa sulit. Karyanya
“Kapan kami Merdeka? Kekayaan untuk pertunjukan bertajuk Cahaya dari terus menyinari dunia teater Indonesia
kami melimpah. Kami memiliki nikel, Papua di Galeri Indonesia Kaya. dan meninggalkan warisan yang akan
emas, minyak dan gas bumi, tembaga, Ketika pandemi merebak dan selalu dikenang,” ungkap Rangga.
dan batu bara. Tapi mengapa, kami mengharuskan kita semua berkegiatan MATAHARI PAPUA juga menjadi
hanya mendapatkan ampas. Bagaimana di rumah, pendiri Teater Koma, sekaligus salah satu pertunjukan yang sangat
cara mematikan naga, senjata apa yang sutradara dan penulis Nano Riantiarno berkesan bagi Teater Koma, selain
membuatnya mati. Tapi, jika naga mati tetap produktif menulis berbagai karya, menjadi salah satu pertunjukan dari
apakah keadaan akan lebih baik? Kami salah satunya mengembangkan naskah naskah terakhir Nano, pertunjukan ini
juga digelar berdekatan dengan hari
lahir Nano pada 6 Juni.
Pertunjukan ini juga menjadi
pertunjukan pertama Teater Koma
kembali di Graha Bhakti Budaya, setelah
beberapa tahun terakhir ini harus
berpindah tempat karena renovasi dan
situasi pandemi.
“Kembalinya kami tampil di Graha
Bhakti Budaya tentunya menjadi
sebuah kesan tersendiri karena tempat
ini memiliki sejarah dan menjadi saksi
bagi beragam pertunjukan dari Teater
Koma. Kini kami kembali meski tanpa
kehadiran Mas Nano. Tapi sosok sang
guru, bapak, saudara, sahabat itu akan
selalu menyertai di hati kami. Wejangan
dan ajarannya senantiasa hadir di tiap
gerak kami. Karena kami tidak akan
pernah berhenti bergerak, tidak pernah
titik, selalu Koma,” pungkas produser
pertunjukan Ratna Riantiarno.
Produksi ke-230 dari Teater Koma
yang didukung oleh Djarum Foundation
ini menampilkan jajaran pemain
kenamaan, di antaranya Tuti Hartati,
Lutfi Ardiansyah, Joind Bayuwinanda,
Netta Kusumah Dewi, Daisy Lantang,
Bayu Dharmawan Saleh, Sir Ilham
Jambak, hingga Sri Qadariatin.
MATAHARI PAPUA dipentaskan pada
7–9 Juni 2024 di Graha Bhakti Budaya,
Taman Ismail Marzuki, Jakarta. n
| 55