Page 47 - Binder MO 253-009-Tahun ke-20
P. 47
memiliki integritas dan objektivitas
dapat menjadi riskan dan berpotensi
menyulitkan proses penegakan hukum.
Atas landasan itulah Jaksa Agung
membentuk Satuan Tugas (Satgas) 53
sebagai respons terhadap permasalahan
internal kejaksaan. Khususnya terkait
dengan penerapan restorative justice
dan kekhawatiran akan perilaku
jaksa nakal. Namun seiring waktu,
pembentukan Satgas 53 tidak hanya
terkait dengan pengawasan restorative
justice, tetapi berkembang menjadi
alat untuk mencegah perilaku jaksa
nakal, melibatkan pengawasan internal,
disiplin, dan penanganan dugaan
pelanggaran etika.
Satgas 53 memiliki fokus khusus
pada pencegahan dan deteksi dini (Per Juni 2024) mencapai 112 Unit restorative justice adalah pertama,
terhadap oknum jaksa atau pegawai Rumah Rehabilitasi. kurangnya pemahaman masyarakat
Kejaksaan yang diduga melakukan Meskipun tujuan pembentukan tentang konsep keadilan restoratif.
penyimpangan, penyalahgunaan restorative justice merupakan langkah Dalam hal ini, banyak yang masih
wewenang, atau perbuatan tercela inovatif yang bertujuan mulia, Jaksa terpaku pada pandangan tradisional
lainnya. Terdapat tiga tim di Satgas Agung ST Burhanuddin tidak luput tentang hukuman sebagai satu-
53 yang bertanggung jawab atas dihadapkan pada berbagai tantangan satunya cara untuk mengatasi tindakan
penerimaan laporan masyarakat, deteksi yang kompleks. Salah satu tantangan kriminal. Kedua adalah infrastruktur
dini, dan tindakan berdasarkan hasil utamanya adalah perubahan paradigma yang kurang mendukung seperti pusat
laporan. dalam sistem peradilan yang sudah mediasi, pelatihan untuk mediator, dan
Meski begitu, Jaksa Agung berjalan selama puluhan tahun. fasilitas tempat pertemuan yang kurang
Burhanuddin menegaskan bahwa Masyarakat dan pelaku hukum sering memadai. Ketiga, yakni rendahnya
Satgas 53 akan menindak tegas praktik kali resisten terhadap perubahan kesadaran hukum dan hak-hak mereka
tawar-menawar dan menyimpang tanpa sehingga diperlukan pendekatan dalam sistem peradilan. Hal ini dapat
memandang bulu. Tujuannya adalah yang hati-hati dan penuh kesabaran menjadi kendala dalam melibatkan
mencegah praktik tawar-menawar untuk memperkenalkan konsep mereka dalam proses restorative
yang dapat merugikan integritas restorative justice. Untuk mengatasi justice. Terakhir, yakni Resistensi dari
penegakan hukum dan menjaga hal ini, diperlukan juga konsolidasi dan pihak-pihak yang tidak setuju terhadap
kinerja jaksa di Kejaksaan Agung. kerja sama yang lebih erat antara para pendekatan restorative justice karena
Lebih lanjut, pembentukan Satgas 53 pemangku kepentingan, termasuk anggapannya terlalu lemah terhadap
dianggap sebagai langkah positif untuk praktisi dan akademisi. Selain itu, pelaku kejahatan.
memperkuat dan mempercepat kinerja sumber daya yang terbatas juga menjadi Mengingat tantangan-tantangan
intelijen dan pengawasan di lingkungan tantangan dalam membangun legasi itu tidak bisa diatasi oleh Jaksa Agung
Kejaksaan Agung, demi menjadikan sehingga dibutuhkan investasi yang sendiri, ia mengajak semua pihak
kejaksaan sebagai lembaga yang bersih signifikan dalam pelatihan, pendidikan, untuk meningkatkan sinergitas dan
dan berintegritas. dan infrastruktur untuk mendukung kolaborasi dalam mengembangkan dan
Dalam kurun 2020-2022, Kejaksaan implementasi konsep ini secara menerapkan keadilan restoratif, dengan
Agung telah menyetop 2.103 perkara efektif. Jaksa Agung ST Burhanuddin tetap mempertahankan idealisme dan
lebih lewat restorasi justice sehingga harus berjuang untuk mengamankan melibatkan kearifan lokal. Ini bukan
menghadirkan keadilan untuk semua. dukungan finansial dan sumber daya hanya tentang perubahan dalam
Sedangkan pembangunan Rumah lainnya dalam menjalankan program regulasi, tetapi juga tentang perubahan
Restoratif Justice tercatat sudah Restorative Justice hingga mencapai dalam mindset dan praktik hukum,
mencapai 4617 Rumah Restoratif Justice. keberhasilan. Beberapa tantangan lain menuju pencapaian keadilan yang hakiki
Sementara pembangunan Balai Rehab yang juga dihadapi dalam pembentukan bagi seluruh masyarakat Indonesia. n
| 47