Page 77 - Binder WO 091
P. 77
DALAM BAHASA SETEMPAT,
JALUR BERARTI PERAHU BESAR
YANG TERBUAT DARI SEBATANG
KAYU BULAT UTUH DAN TANPA
SAMBUNGAN.
harimau. Sementara, di bagian lambung perahu
dipasangkan selendang atau kain warna-warni.
Setelah melakukan serangkaian proses dan
dibuat menjadi perahu, jalur tersebut nantinya akan
didayung oleh 40-70 anak pacu (pendayung). Dari
jumlah tersebut, akan dibagi dalam beberapa tugas.
Pertama, Tukang Concang, yaitu pemberi aba-aba,
Tukang Pinggang (juru mudi), dan ada Tukang Onjai
yang bertugas memberi irama di bagian kemudi.
Nantinya, dia akan menggoyang-goyangkan
badan dan dibantu oleh Tukang Tari yang akan
menyeimbangkan gerakan perahu.
Ketika perlombaan akan dimulai, penyelenggara
akan menyalakan meriam sebanyak tiga kali. Letusan
pertama menandakan perahu para peserta sudah
harus berbaris dan berada di area yang disediakan.
Ledakan kedua, para anak pacu harus berada pada
posisi siap mendayung. Pada dentuman ketiga mereka
akan mulai mendayung untuk menyusuri lintasan.
Selain kental dengan tradisi dan ritual, pagelaran
menurut kepercayaan masyarakat setempat, hal ini ini juga memiliki filosofi mendalam tentang persatuan
akan berpengaruh ketika perahu berada di air. Bahkan, dan kekompakan. Para anak pacu harus bergotong-
masyarakat percaya ritual yang dilakukan dapat royong untuk bisa sampai di titik tujuan bersama-
mencegah kayu menghilang secara misterius atau tiba- sama. Tidak hanya itu, bersatu dalam perahu yang
tiba. Tidak hanya itu, jalur juga dihias dengan berbagai sama meskipun berbeda-beda juga menjadi simbol
ukiran sarat makna, seperti kepala ular, buaya, atau dari Bhinekka Tunggal Ika.
76 | | 77