Page 59 - Binder WO 123-013-Tahun ke-10 (1)
P. 59

kses pendidikan yang merata memang     khusus. Buku-buku itu dibawanya ke Flores, sekaligus
                           masih menjadi pekerjaan rumah bagi banyak   membuka taman bacaan pertama di Kampung Rowe
                           daerah terpencil di Indonesia, namun Nila   pada Desember 2009.
                  ATanzil hadir dengan visi yang jelas. Dia          Gerakan itu berkembang pesat. Dalam empat bulan,
                  memastikan anak-anak di pelosok Nusantara memiliki   dia berhasil membuka empat taman bacaan. Dengan
                  kesempatan yang sama untuk mencintai buku dan   berbagi kisah di media sosial, semakin banyak orang
                  ilmu pengetahuan. Dengan mendirikan Taman Bacaan   yang tertarik dan mulai berdonasi. “Saya masih ingat
                  Pelangi pada tahun 2009, dia mewujudkan mimpinya   betapa bahagianya melihat anak-anak membaca dan
                  membangun literasi sejak dini bagi anak-anak di   berbinar-binar mendengarkan cerita. Setiap Sabtu, saya
                  Indonesia Timur.                                datang untuk storytelling, lalu anak-anak membaca dan
                     Berawal dari keprihatinannya terhadap keterbatasan   berdiskusi bersama,” tuturnya.
                  akses buku berkualitas bagi anak-anak di daerah    Kini, anak-anak dari Kampung Rowe yang dulu
                  terpencil, Nila memutuskan untuk mengambil langkah.   membaca di taman bacaan pertama sudah banyak
                  Dia mendirikan perpustakaan di sekolah-sekolah dasar,   yang melanjutkan pendidikan hingga ke jenjang
                  memberikan kesempatan anak-anak untuk mengenal   kuliah. “Mereka bilang, karena buku-buku di Taman
                  dunia melalui halaman demi halaman buku yang    Bacaan Pelangi, mereka berani bermimpi besar dan
                  sebelumnya sulit dijangkau. Hingga kini, Taman Bacaan   ingin melanjutkan pendidikan tinggi. Saya merasa
                  Pelangi telah menghadirkan ratusan perpustakaan di   ini adalah bukti bahwa buku bisa mengubah hidup
                  berbagai pelosok, memberikan dampak bagi ribuan anak.  seseorang,” ungkap Nila. Taman Bacaan Pelangi berupaya
                     Per Februari 2025, Taman Bacaan Pelangi telah   menumbuhkan budaya literasi melalui berbagai program.
                  mendirikan 251 perpustakaan ramah anak di sekolah-  Mulai dari pelatihan guru dalam metode pengajaran
                  sekolah dasar yang tersebar di 18 pulau di Indonesia   literasi yang efektif, hingga mendampingi anak-anak
                  Timur, termasuk Sulawesi, Flores, Lombok, Sumbawa,   dalam mengembangkan kebiasaan membaca sejak dini.
                  hingga  Papua. Nila tumbuh dalam keluarga yang     Membangun taman bacaan di pelosok tentu tak
                  mencintai buku. Sejak kecil, dia dikelilingi rak-rak penuh   mudah. Biaya pengiriman buku yang mahal, perjalanan
                  buku milik sang ayah bak perpustakaan pribadi, dan ibu   ke lokasi terpencil yang harus ditempuh dengan berbagai
                  yang selalu menanamkan kecintaan terhadap membaca   moda transportasi, hingga mencari tim yang benar-benar
                  sejak dini. “Saya tidak pernah lepas dari buku. Membaca   peduli terhadap pendidikan adalah beberapa rintangan
                  setiap hari adalah bagian dari keseharian       yang harus dia hadapi. “Tapi, saya percaya, selama ada
                  saya,” kenangnya.                               niat dan tim yang memiliki visi yang sama, semua bisa
                     Ketertarikannya terhadap dunia pendidikan semakin   dijalankan. Saya selalu memilih tim secara langsung, agar
                  berkembang, ketika Nila bekerja sebagai konsultan   tahu mereka benar-benar passionate dalam membantu
                  komunikasi di Sores, Labuan Bajo. Saat mengunjungi   anak-anak Indonesia,” katanya.
                  sekolah-sekolah, dia mendapati banyak sekolah tidak   Berkat kontribusi dalam dunia pendidikan, Nila
                  memiliki perpustakaan. Kalaupun ada, koleksi bukunya   mendapatkan berbagai penghargaan dan pengakuan,
                  kurang sesuai untuk anak-anak. “Perpustakaannya seperti   baik dari dalam maupun luar negeri. Kiprahnya
                  mati suri, buku-bukunya tidak menarik bagi anak-  menginspirasi banyak pihak terlibat meningkatkan
                  anak. Saya berpikir, bagaimana mereka bisa mencintai   akses pendidikan bagi anak-anak di Indonesia. “Untuk
                  membaca jika akses terhadap buku saja tidak ada?”   perempuan Indonesia, saya ingin menyampaikan
                  ujarnya.                                        satu hal: Jangan ragu untuk mengejar mimpi. Kita
                     Merasa anak-anak di daerah tersebut belum    adalah nahkoda kapal kehidupan kita sendiri. Teruslah
                  merasakan kebahagiaan membaca hanya karena      berlayar, hadapi ombak dengan keyakinan, dan jangan
                  tidak adanya akses buku yang layak, dari sanalah lahir   biarkan siapa pun menghentikan langkah. Kita semua
                  inisiatifnya untuk menyediakan bacaan bagi mereka.   memiliki kekuatan untuk menciptakan perubahan,
                  Dengan uang tabungan sebesar lima juta rupiah, dia   tidak hanya bagi diri sendiri, tetapi juga bagi generasi
                  membeli 200 buku dari Gramedia dan mendapat diskon   mendatang,” tegasnya.





 58   |                                                                                                                    |  59




                                                                                                                              27/02/25   17.26
       30-63 Ibu Tangguh-ok.indd   59
       30-63 Ibu Tangguh-ok.indd   59                                                                                         27/02/25   17.26
   54   55   56   57   58   59   60   61   62   63   64